Bacaan: ROMA 2: 1
Kisah ini bukan hanya sebatas kebaikan guru dan kebijakan seorang guru. Di suatu pesta pernikahan, seorang paruh baya yang hadir dalam pesta itu, mengenali seseorang yang ternyata guru saat dia sekolah. Dia menghampiri dengan rasa hormat ke mantan gurunya tersebut. Dan terjadilah sedikit perbincangan yang demikian:
Murid : “Selamat malam bapak guru, apa masih ingat dengan saya?”
Guru : “Maaf, saya tidak ingat.”
Murid : “Maaf bapak, coba bapak ingat-ingat lagi, saya murid yang dulu pernah mencuri arloji teman di kelas.”
Pak guru memandangi muridnya itu, dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Guru : “Maaf aku tetap tidak mengenali kamu.”
Murid : “Pada saat kejadian itu, bapak memerintahkan kami semua murid untuk berdiri berjajar dan menghadap tembok. Bapak memerintahkan agar kedua mata kami dipejamkan dan menutupnya dengan kedua tangan kami. Lalu bapak secara satu persatu periksa kantong kami, dan ketika bapak mendapatkan arloji di saku saya, saya menduga, bapak akan menghukum saya dengan keras dan saya akan dipermalukan dikelas karena aib yang saya buat, dan akan membawa kepahitan dalam hidup saya. Namun kejadiannya tidak seperti yang saya duga, bapak hanya mengembalikan arloji pada yang punya dan meminta kami semua untuk kembali ke tempat duduk dan bapak melanjutkan pelajaran. Dan sampai luluspun bapak tidak mengingat-ingat kejadian itu lagi. Pak guru tentunya dengan cerita ini bapak sudah ingat siapa saya kan?”
Sambil tersenyum guru menjawab, “Bagaimana aku bisa ingat kamu? Demi hubungan baik sesama murid dan agar tidak membuat kesan buruk di dalam kelas, waktu itu aku juga memejamkan mata saat memeriksa kantong kalian.”
Mendengar hal itu sang murid terharu dan menitikan air matanya dan dengan erat dia memeluk gurunya dengan kedua tangannya. Tidak sepatah katapun terucap dari keduanya dan mereka saling berpelukan.
Kita dapat pelajaran bahwa kita harus memberikan ruang untuk seseorang kembali berubah untuk suatu kesalahannya. Tidak menghakimi dalam hal tersebut bukan hanya masalah kebaikan dan kebijakan seorang guru tetapi bicara empati yang besar dan hati yang mulia. Semangat untuk tidak menghakimi dan memberi selalu ruang untuk orang bertobat harus kita sama-sama bangkitkan, sebagai cerminan pribadi Kristen.
Roma 2:1 “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah! Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.”
~AI