Bacaan: YESAYA 24: 4 – 5
“(4) Bumi katon susah alum, malah jagad banjur nglayung layu, langit lan bumi nglayung bebarengan. (5) Bumi dadi najis marga saka kang ngenggoni, amarga padha nglanggar angger-angger, ngowahi katetepan lan nyelaki prajanjian kang langgeng.”
Dalam Kejadian 1:31, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Lalu seiring dengan berjalannya waktu dan kebebalan manusia, manusia yang ngeyelan, yang angel kandhan-kandhanane dan nggugu karepe dewe, yang kalo istilah untuk sapi dan kerbau –nuwun sewu– mberot.. bumi menjadi owah gedhen lagi. Bumi jadi ora karu-karuan. Lha gimana, bumi yang sebenarnya sudah dibenerin oleh Tuhan Allah (ex nihilo nihil fit), yang sebelumnya pating slengkrah, ditata, diisi dan dirumati oleh Tuhan Allah sampai menjadi baik, bukannya dipelihara dengan baik, lha ini kok malah bisa-bisanya dirusak lagi oleh manusia.
Di dalam Kejadian 2:8, “Selanjutnya Tuhan Allah membuat taman di Eden..” Coba bayangkan bagaimana Tuhan “membuat” taman. Tuhan sudah “bersusah-payah” membuat taman yang indah, memperindah segalanya untuk kenyamanan manusia, ha kok isa-isane malah dirusak ki piye karepe? Dan di Kejadian 6: 6, “…maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” Tuhan sangat berduka atas ketidaktaatan umat-Nya. (Kalau “ngganjel” dengan kalimat “Tuhan kok menyesal, padahal kan Mahatahu??” bisa didiskusikan di PA kelompok masing-masing).
Horotoyooohh.. gimana perasaannya kalau sampai kita membuat Tuhan menyesal seperti itu? Kita pun pasti menyesal juga telah menjadikan Tuhan berduka dengan sangat mendalam. (Walaupun arti kata menyesal berbeda antara kita yang menyesal dengan Tuhan yang menyesal. Mari kita bercermin, bertanya ke dalam diri: “Opo iyok, saya ini membuat duka yang mendalam bagi Tuhan?“
Pun nggih. Gusti mberkahi kita sedaya. Amin.
~EPM