Bacaan: PENGKHOTBAH 3: 1
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.”
Zaman makin berkembang pesat, manusia makin dituntut untuk hidup serba cepat dalam segala sesuatu. Manusia didorong pula untuk selalu hidup produktif, yakni keharusan menghasilkan sesuatu dalam hidupnya. Hingga akhirnya sering muncul perasaan bersalah ketika berhenti atau dalam benaknya terbersit, “Jika saya tidak melakukan apa-apa, berarti hidup saya tidak produktif dan itu artinya saya tidak berguna. Jika saya berhenti, saya adalah pemalas dan itu adalah dosa.” Pernahkah Anda mengalami hal ini?
Dalam hidup ini, segala sesuatu ada waktu dan porsinya masing-masing. Pengkotbah 3:1 – 8 memberikan sebuah prinsip yang baik tentang hal ini. Ayat 1 – 8 menjelaskan bahwa segala sesuatu ada waktunya. Ketika kita tahu bahwa segala sesuatu ada masanya, maka kita perlu hikmat Allah untuk dapat memilih mana yang penting untuk dilakukan.
Ayat tersebut juga mengingatkan kita bahwa ada waktu untuk bekerja dan berhenti. Bekerja itu baik, tapi bila berlebihan akan berdampak kurang baik bagi kesehatan kita. Mudah lelah, letih, bahkan sampai timbul penyakit yang justru akan menghambat aktivitas kita. Di sisi lain, berhenti (atau beristirahat) juga baik, tetapi kalau kita terlalu banyak berhenti, kita justru akan cenderung malas mengerjakan segala sesuatu. Pekerjaan kita pun bisa tertunda. Dari sini kita dapat melihat bahwa apapun yang berlebihan itu tidak baik.
Pengkotbah memberikan sebuah prinsip yang baik bahwa segala sesuatu ada waktunya. Jika kita sudah merasa kelelahan dalam mengerjakan pekerjaan atau aktivitas kita, maka berhentilah. Tidak salah untuk berhenti dan beristirahat sebentar. Beristirahat bukan berarti diri kita malas. Namun istirahat membuat kita bisa mengisi ulang daya kita, sehingga kita bisa mengerjakan kembali aktivitas kita dengan daya yang penuh.
Ketika kita berdoa dan bersekutu dengan Allah, kita sesungguhnya sedang sengaja berhenti dari aktivitas harian kita untuk berelasi dengan Allah. Namun seringkali banyak orang Kristen mengorbankan waktu pribadinya dengan Tuhan karena alasan kesibukan. Ketika banyak orang Kristen menganggap bahwa hubungan pribadi dengan Tuhan tidak lagi perlu diperjuangkan, maka sebenarnya ktia sedang membuka celah untuk si jahat masuk dan membuat relasi kita dengan Tuhan semakin menjauh.
Waktu memang sangat berharga, waktu tidak bisa dicari, bahkan sampai ke ujung bumi. Waktu tidak bisa dibeli meski kita memiliki banyak uang. Maka dari itu, Firman Tuhan dalam 1 Tesalonika 5: 15 – 16, “Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Perikop dalam nats ini mengajak jemaat yang ada di Efesus untuk menghidupi hidup mereka sebagai anak-anak terang, termasuk dalam penggunaan waktu. Paulus menghimbau jemaat Efesus untuk hidup dengan mempergunakan waktu yang ada seperti orang arif. Arif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya bijaksana, cerdik dan pandai, yang artinya sebagai anak terang kita harus hidup dengan menggunakan waktu dengan bijaksana. Termasuk waktu sibu, waktu istirahat, waktu bekerja, dan berbagai waktu yang Tuhan sediakan dalam hidup kita.
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Sebagai anak terang yang sudah dilepaskan dari kegelapan, kita wajib memiliki cara pandang yang benar tentang penggunaan waktu. Jangan sampai kita diperdaya oleh si jahat dalam penggunaan waktu. Kita perlu belajar untuk bijaksana mengatur waktu antara bekerja dan berhenti, sebagaimana Yesus juga mengatur hidupNya dengan baik. Tuhan Yesus memberkati.
~AA