Bacaan: FILIPI 2: 1 – 4
“2:1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
Seorang ayah dari keluarga sangat kaya membawa putranya wisata ke daerah yang tergolong miskin dan sederhana. Sang ayah bermaksud membuat anaknya bersyukur tentang kehidupan mereka yang berlimpah harta. Mereka menghabiskan beberapa hari di rumah salah satu petani yang sangat sederhana. Setelah beberapa waktu tinggal di rumah petani, maka pulanglah mereka. Dalam perjalanan pulang sang ayah bertanya pada anaknya, “Apa yang kamu pelajari setelah beberapa hari kamu tinggal di sana?”. Putranya menjawab, “Saya melihat kita memiliki kolam renang yang luas, tapi mereka memiliki sungai yang tidak ada ujungnya, kita memiliki sebidang tanah kecil untuk kita tinggal, tetapi mereka memiliki ladang yang melampaui pandangan kita, kita memiliki pelayan yang melayani kita, tetapi mereka melayani orang lain, kita membeli makanan kita, tapi mereka menanamnya, kita memiliki tembok disekitar properti kita untuk melindungi kita, tapi mereka punya teman untuk melindungi mereka”. Ayah bocah itu tidak bisa berkata-kata karena jawaban anak tidak sesuai dengan ekspektasinya, kemudian putranya menambahkan, “Terima kasih telah menunjukan betapa miskinnya kita”.
Saudara terkasih, perspektif kita menentukan segalanya, kebahagiaan dan rasa syukur dapat diperoleh dari hal lain, lebih dari sekedar materi. Apakah yang akan terjadi jika kita bersyukur atas semua karunia yang kita miliki, alih-alih khawatir menginginkan yang lebih banyak? Mari kita syukuri apa yang kita miliki.
Saudara terkasih, ada saatnya kita harus merubah perspektif kita dalam suatu hal, dimana kita harus selalu merubah perspektif kita sesuai dengan kekristenan kita. Perubahan penting terjadi setiap kali kita membuka diri untuk melihat pengalaman orang lain, memandang jauh melampaui sudut pandang kita sendiri dan memperhatikan penderitaan, ketakutan, atau harapan yang dirasakan oleh sesama kita. Ketika kita mengikuti teladan Yesus dengan “tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia”, dan sebaliknya “dengan rendah hati . . . menganggap yang lain lebih utama dari pada diri [kita] sendiri,” barulah kita memperhatikan apa yang mungkin kita lewatkan selama ini (Flp. 2:3). Kepedulian kita tidak lagi hanya kepada diri sendiri. Kita mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda. Daripada disibukkan dengan kebutuhan atau kecemasan diri sendiri, kita lebih mempedulikan kesejahteraan orang lain. Kita tidak lagi “hanya memperhatikan kepentingan [kita] sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (ay.4). Alih-alih menjaga apa yang kita anggap dibutuhkan untuk berhasil, kita dengan senang hati melakukan apa saja yang perlu untuk membantu orang lain berkembang.
Dengan sudut pandang yang telah berubah itu, kita diharapkan kitab bisa lebih bersyukur dan lebih bisa menumbuhkan rasa belas kasihan kepada orang lain. Kita mencari cara-cara baru untuk mengasihi keluarga dan persekutuan kita sendiri. Bisa jadi kita bahkan berdamai dengan musuh kita!
Bapak/Ibu/Saudara, setelah baca renungan sabat terbitan ini, saudara bisa mengirimkan judul yang dianggap sesuai dengan bahasan di atas ke No. WA 082225608557, ditunggu 2 hari setelah diterbitkan. Kami akan pilih 5 judul yang masuk untuk mendapatkan bingkisan ucapan terima kasih. Tuhan Memberkati.
~AI